Kolonialisme
1. Masuknya Kolonialisme
Sejarah perkembangan kolonialisme bermula ketika Vasco da Gama
dari Portugis berlayar ke india pada tahun 1498. Di awali dengan pencarian
jalan ke Timur untuk mencari sumber rempah-rempah perlombaan mencari tanah
jajahan dimulai.
Kuasa Barat Portugis dan Spanyol kemudian diikuti Inggris dan Belanda berlomba-lomba mencari daerah penghasil rempah-rempah dan berusaha mengusainya.
Penguasaan wilayah yang awalnya untuk kepentingan ekonomi akhirnya beralih menjadi penguasaan atau penjajahan politik yaitu campur tangan untuk menyelesaikan pertikaian, perang saudara, dan sebagainya.
Kuasa Barat Portugis dan Spanyol kemudian diikuti Inggris dan Belanda berlomba-lomba mencari daerah penghasil rempah-rempah dan berusaha mengusainya.
Penguasaan wilayah yang awalnya untuk kepentingan ekonomi akhirnya beralih menjadi penguasaan atau penjajahan politik yaitu campur tangan untuk menyelesaikan pertikaian, perang saudara, dan sebagainya.
Ini karena kuasa
kolonial tersebut ingin menjaga kepentingan perdagangan mereka daripada
pergolakan politik lokal yang bisa mengganggu kelancaran perdagangan mereka.
Kolonialisme berkembang pesat setelah perang dunia I. Sejarah kolonialisme
Eropa dibagi dalam tiga peringkat. Pertama dari abad 15 hingga Revolusi
industry (1763) yang memperlihatkan kemunculan kuasa Eropa seperti Spanyol dan
Portugis. Kedua, setelah Revolusi Industri hingga tahun 1870-an. Ketiga, dari
tahun 1870-an hingga tahun 1914 ketika meletusnya Perang Dunia I yang merupakan
puncak pertikaian kuasa-kuasa imperialis.
1. Masa Kekuasaan VOC
Usaha bangsa Barat untuk mendapatkan benua baru dipelopori oleh
bangsa Portugis dan Spanyol yang ingin mendapatkan rempah-rempah. Bartholomeu
Dias (1492) dan Vasco daGama (1498) berkebangsaan Portugis berlayar menyusuri
pantai barat Benua Afrika akhirnyatiba di Kalkuta, India. Kemudian mereka
membangun kantor dagang di Kalkuta dan berdagang di Asia Tenggara. Pada tahun
1512, Portugis masuk ke Maluku sedangkan Spanyol masuk ke Tidore (1521) untuk
mencari rempah-rempah. Pada tahun 1596, pedagang Belanda dengan empat buah
kapal di bawah Cornelis de Houtman berlabuh di Banten. Mereka mencari
rempah-rempah di sana dan daerah sekitarnya untuk diperdagangkan di Eropa.
Namun, karena kekerasan dan kurang menghormati rakyat maka diusir dari Banten.
Kemudian pada tahun 1598, pedagang Belanda datang kembali ke Indonesia di bawah
Van Verre dengan delapan kapal dipimpin Van Neck, Jacob van Heemkerck datang di
Banten dan diterima Sultan Banten Abdulmufakir dengan baik. Sejak saat itulah
ada hubungan perdagangan dengan pihak Belanda sehingga berkembang pesat
perdagangan Belanda di Indonesia. Namun, tujuan dagang tersebut kemudian
berubah. Belanda ingin berkuasa sebagai penjajah yang kejam dan
sewenang-wenang, melakukan monopoli perdagangan, imperialisme ekonomi, dan
perluasan kekuasaan.Setelah bangsa Belanda berhasil menanamkan kekuasaan
perdagangan dan ekonomi di Indonesia maka pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda
membentuk kongsi dagang VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang
dianjurkan oleh Johan van Olden Barnevelt yang mendapat izin dan hak istimewa
dari Raja Belanda. Alasan pendirian VOC adalah adanya persaingan di antara
pedagang Belandasendiri, adanya ancaman dari komisi dagang lain, seperti (EIC)
Inggris, dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Untuk
mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia, VOC memiliki hak oktroi, yaitu hak
istimewa. Di samping itu, VOC juga melakukan pelayaran Hongi, yakni misi
pelayaran Belanda yang ditugasi mengawasi, menangkap, dan mengambil tindakan
terhadap para pedagang dan penduduk pribumi yang dianggapnya melanggar ketentuan
perdagangan Belanda. Usaha VOC semakin berkembang pesat (1623) dan berhasil
menguasai rempah-
rempah di Ambon dalam peristiwa Ambon Massacre. Selanjutnya
tahun 1641, VOC berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. VOC selalu
menggunakan Batigslot Politiek (politik mencari untung, 1602 – 1799)
dengan memegang monopoli Belanda di Indonesia. Selain itu, VOC menjalankan
politik devide et impera, yakni sistem pemecah belah di antara rakyat
Indonesia. Perjalanan kongsi dagang VOC lama kelamaan mengalami kemunduran,
bahkan VOC runtuh pada tanggal 31 Desember 1799.
Kemunduran
VOC disebabkan hal-hal berikut.
1. Perang-perang
yang dilakukan membutuhkan biaya yang besar padahal hasil dari bumi
Indonesia telah terkuras habis dan kekayaan Indonesia sudah
telanjur terkirim ke Negeri Belanda. VOC tidak kuat lagi membiayai
perang-perang tersebut.
1. Kekayaan
menyebabkan para pegawai VOC melupakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab
mereka terhadap pemerintah dan masyarakat.
2. Terjadinya
jual beli jabatan.
3. Tumbuhnya
tuan-tuan tanah partikelir.
4. Kekurangan
biaya tersebut tidak dapat ditutup dengan hasil penjualan tanah saja, VOC harus
juga mencari pinjaman. Akibatnya, utang VOC semakin besar.
5. Pada
akhir abad ke-18, VOC tidak mampu lagi memerangi pedagang-pedagang Eropa
lainnya (Inggris, Prancis, Jerman) yang dengan leluasa berdagang di Nusantara
sehingga monopoli VOC hancur.
Keberadaan VOC sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga
harta milik dan utang-utangnya diambil alih oleh pemerintah negeri Belanda.
Pemerintah kemudian membentuk Komisi Nederburg untuk mengurusinya, termasuk
mengurusi wilayah VOC di Indonesia (1800 – 1907).
2 Masa
Kekuasaan Belanda (Prancis)
Tahun 1807 – 1811, Indonesia dikuasai oleh Republik Bataaf
bentukan Napoleon Bonaparte, penguasa di Prancis (Belanda menjadi jajahan
Prancis). Napoleon Bonaparte mengangkat Louis Napoleon menjadi wali negeri
Belanda dan negeri Belanda diganti namanya menjadi Konikrijk Holland. Untuk
mengurusi Indonesia, Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels menjadi
gubernur jenderal di Indonesia (1808 – 1811). Tugas utama Daendels adalah
mempertahankan Jawa dari serangan Inggris sehingga pusat perhatian Daendels
ditujukan kepada pertahanan dan keamanan.
Untuk memperoleh dana, Daendels menjual tanah-tanah kepada
orang-orang swasta. Akibatnya, tanah-tanah partikelir mulai bermunculan di
sekitar Batavia, Bogor, Indramayu, Pamanukan, Besuki, dan sebagainya. Bahkan,
rumahnya sendiri di Bogor dijual kepada pemerintah, tetapi rumah itu tetap
ditempatinya sebagai rumah tinggalnya. Tindakan dan kekejaman Daendels tersebut
menyebabkan raja-raja Banten dan Mataram memusuhinya.
Untuk menutup utang-utang Belanda dan biaya-biaya pembaharuan
tersebut, Daendels kembali menjual tanah negara beserta isinya kepada swasta,
sehingga timbullah system tuan tanah di Jawa yang bertindak sebagai raja
daerah, misalnya di sekitar Batavia dan Probolinggo. Kekejaman Daendels
tersebut terdengar sampai ke Prancis. Akhirnya, dia dipanggil pulang karena
dianggap memerintah secara autokrasi dan Indonesia diperintah oleh Jansens.
3 Masa
Kekuasaan Inggris
Keberhasilan Inggris mengalahkan Prancis di Eropa menyebabkan
kekuasaan Belanda atas Indonesia bergeser ke tangan Inggris. Untuk itulah
ditandatangani Kapitulasi Tuntang (1811) yang isinya Belanda menyerahkan
Indonesia ke tangan Inggris dari tangan Jansens kepada Thomas Stamford Raffles,
seorang Letnan Gubernur Jenderal Inggris untuk Indonesia. Oleh karena itu,
beralihlah Indonesia dari tangan Belanda ke tangan Inggris.
Adapun langkah-langkah yang diambil Raffles adalah
1) membagi Pulau Jawa menjadi 16
karesidenan,
2) para bupati dijadikan
pegawai negeri,
3) melaksanakan perdagangan bebas,
4) melaksanakan land rente (pajak
sewa tanah) dan Raffles menjual tanah kepada swasta,
5) menghapuskan perbudakan, dan
6) kekuasaan para raja dikurangi.
Di Yogyakarta, Pangeran Notokusumo diangkat sebagai Paku Alam (1813).
Akibatnya, Mataram Yogyakarta pecah menjadi dua, yakni Kasultanan Yogyakarta di
bawah HB III dan Paku Alaman di bawah Paku Alam I.
Pada tanggal 13 Agustus 1814, di Eropa ditandatangani Perjanjian
London olehInggris dan Belanda yang isinya Belanda memperoleh kembali sebagian
besar daerahkoloninya, termasuk Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1816,
Raffles meninggalkanIndonesia dan Belanda kembali berkuasa di Indonesia.
4 Masa
Kekuasaan Pemerintah Belanda
Pada tahun 1830, pemerintah Belanda mengangkat gubernur jenderal
yang baru untuk Indonesia, yaitu Van den Bosch, yang diserahi tugas untuk
meningkatkan produksi tanaman ekspor, seperti tebu, teh, tembakau, merica,
kopi, kapas, dan kayu manis. Dalamhal ini, Van den Bosch mengusulkan adanya
sistem tanam paksa. Adapun hal-hal yang mendorong Van den Bosch melaksanakan
tanam paksa, antara lain, Belanda membutuhkan banyak dana untuk membiayai
peperangan, baik di negeri Belanda sendiri maupun di Indonesia. Akibatnya, kas
negara Belanda kosong. Sementara itu, di Eropa terjadi perang Belanda melawan
Belgia (1830 – 1839) yang juga menelan banyak biaya.Tujuan diadakannya tanam paksa
adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, guna menutupi
kekosongan kas negara dan untuk membayar utang utang negara.Pelaksanaan tanam
paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang berakibat membawa
kesengsaraan rakyat Bentuk penyelewengan tersebut misalnya, kerja tanpa dibayar
untuk kepentingan Belanda (kerja rodi) kekejaman para mandor terhadap para
penduduk, dan eksploitasi kekayaan Indonesia yang dilakukan Belanda.Melihat
penderitaan rakyat Indonesia, kaum humanis Belanda menuntut agar tanam paksa
dihapuskan. Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama musim tanam.
Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya kerja rodi membangun jalan
raya, jembatan, dan waduk. Selain itu, rakyat masih dibebani pajak yang berat,sehingga
sebagian besar penghasilan rakyat habis untuk membayar pajak. Sementara itu di
pihak Belanda, tanam paksa membawa keuntungan yang besar.Praktik tanam paksa
mampu menutup kas negara Belanda yang kosong sekaligusmembayar utang-utang
akibat banyak perang. Akhirnya, tanam paksa dihapuskan, diawali dengan
dikeluarkannya undang-undang (Regrering Reglement) pada tahun 1854tentang
penghapusan perbudakan. Tanam paksa benar-benar dihapuskan pada tahun 1917.
Sebagai bukti, kewajiban tanam kopi di Priangan, Manado, Tapanuli, dan Sumatra
Barat dihapuskan.Setelah tanam paksa dihapuskan, pemerintah Belanda
melaksanakan politik kolonial liberal di Indonesia dengan memberikan kebebasan
pada pengusaha swasta untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun, pelaksanaannya
tetap menyengsarakan rakyat karena kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan
semata-mata untuk kepentingan kolonial Belanda. Belanda tetap melaksanakan
cara-cara menguasai bangsa Indonesia dengan perjanjian, perang, dan pemecah
belah.
Pelaksanaan politik kolonial liberal ternyata banyak
mendatangkan penderitaan bagi rakyat terutama buruh sebab upah yang mereka
terima tidak seperti yang tertera dalam kontrak. Akibatnya, banyak buruh yang
melarikan diri, terutama dari Deli, Sumatra Utara. Dari kenyataan di atas jelas
Belanda tetap masih melaksanakan usaha menindas bangsa Indonesia.
1. Masa Kolonialisme
Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas
wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi
ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut. Istilah ini
juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk
melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa moral
dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan. Pendukung dari
kolonialisme berpendapat bahwa hukum kolonial menguntungkan negara yang
dikolonikan dengan mengembangkan infrastruktur ekonomi dan politik yang
dibutuhkan untuk pemodernisasian dan demokrasi.
Indonesia
di Bawah VOC
Atas usul Johan Van Oldenbarneveld dibentuklah sebuah perusahaan
yang disebut Vereemigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tanggal 20 Maret
1602 dan kemudian 1610 VOC diakui Pemerintah Nederlad sebagai
pemerintahan di Ambon dan diangkatlah Gubernur Jendralnya Pieter Both sampai
1619. Tujuan pembentukan VOC tidak lain adalah menghindarkan persaingan antar
pengusaha Belanda (intern) serta mampu menghadapi persaingan dengan bangsa lain
terutama Spanyol dan Portugis sebagai musuhnya (ekstern). Sebagai
Pemerintah VOC diberi oktroi (hak-hak istimewa) sebagai berikut :
1. Dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di
Asia
2. Monopoli perdagangan
3. Mencetak dang mengedarkan uang sendiri
4. Mengadakan perjanjian
5. Menaklukkan perang dengan negara lain
6. Menjalankan kekuasaan kehakiman
7. Pemungutan pajak
8. Memiliki angkatan perang sendiri
9. Mengadakan pemerintahan sendiri.
Untuk melaksanakan
kekuasaannya di Indonesia diangkatlan jabatan Gubernur Jenderal VOC
antara lain: Pieter Both, merupakan Gubernur Jenderal VOC pertama yang
memerintah tahun 1610-1619 di Ambon. Kemudian digantikan oleh Jan Pieterzoon
Coen 1619, merupakan Gubernur Jenderal kedua yang memindahkan pusat VOC dari
Ambon ke Jayakarta (Batavia). Karena letaknya strategis di tengah-tengah
Nusantara memudahkan pelayaran ke Belanda. Adapun cara-cara yang ditempuh
pemerintah VOC dalam menjalankan roda pemerintahan antara lain :
1. Melakukan pelayaran hongi
2. Melakukan Ekstirpasi yaitu penebangan tanaman, milik rakyat
3. Perjanjian dengan raja-raja setempat terutama yang kalah
perang wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang
ditetapkan VOC. Penyerahan wajib disebut Verplichte Leverantien. Rakyat wajib
menyerahkan hasil bumi sebagai pajak, yang disebut dengan istilah Contingenten
Pada pertengahan abad ke 18 VOC mengalamii kemunduran karena
beberapa sebab sehingga dibubarkan. 31 Desember 1799 , hal ini disebabkan hal –
hal sebagai berikut :
1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi.
2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang
melawan Hasanuddin dari Gowa.
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang
luas membutuhkan pegawai yang banyak.
4. Pembayaran Devident ( keuntungan ) bagi pemegang saham turut
memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan.
5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan
Perancis. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf
1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Pergantian
Pemerintah dari VOC ke Hindia Belanda
Dengan dibubarkannya VOC, Indonesia diwariskan kepada pemerintah di Negeri
Belanda yg saat itu disebut Bataafsche Republik. Penguasa yang dipercaya untuk
mengurus Tanah Jajahan di Asia termasuk Indonesia adalah Raad van
Asiatische Besittingen en Establisement yang bertanggung jawab kepada
Dewan Eksekutif Rebublik. Pada tahun 1807 Jendral H.W. Daendels diangkat
menjadi Gubernur Jendral di Indonesia. Ia berusaha keras melaksanakan pemusatan
kekuasaan berdasarkan pada Korps Pangreh Praja Belanda dan Bumi Putera yg
berdisiplin. Menurut Daendels kekuasaan pejabat yg diwariskan VOC terlalu besar
sehingga mudah untuk memperkaya diri dengan cara melakukan korupsi. Pejabat yg
dinilai terlalu besar kekuasaannya antara lain adalah Gubernur Pantai Jawa
Timur Laut dan Residen yang berkedudukan di Kraton Yogyakarta dan Surakarta.
Untuk melaksanakan maksudnya Daendels menghapus Gubernemen
Pantai Jawa Timur Laut. Demikian puula Residen yang berkedudukan di Kerajaan
Jawa yang berada di bawah Gubernur diambilalih langsung di bawah pemerintah
pusat di Batavia. Daerah Jawa di luar kerajaan Surakarta dan Yogyakarta dibagi
menjadi sembilan daerah administratif yang disebut dengan Perfectur ,
yang kelak pada masa pemerintahan Raffles diubah dengan nama Karesidenan yang
kemudian terkenal dengan nama Gewest . Tiap Perfectur dikuasasi oleh
se orang Perfect yang berada di bawah perintah langsung pemerintah pusat di
Batavia.
Apabila pada masa VOC kekuasaan pemerintah daerah diserahkan
kepada para Bupati maka Daendels tidak mengikuti pola semacam ini. Daendels
mengurangi banyak kekuasaan para Bupati sehingga peran Bupati itu tidak lebih
dari se orang leverancier hasil bumi bagi kepentingan pemerintah Kolonial.
Dengan demikian posisi Bupati diturunkan menjadi pegawai pemerintah kolonial
meskipun tidak memperoleh gaji. Sebagai pegawai pemerintah Bupati ditempatkan
di bawah Perfect, sedangkan gaji bawahannya masih menjadi tanggungjawab para
Bupati.
Meskipun demikian Bupati masih diperlukan oleh Daendels. Dengan
dipertahankannya sistem leveransi dan kontingenten peran Bupati masih sangat
penting yaitu sebagai penghubung antara pemerintah dengan rakyat. Dengan
dipertahankannya penguasa pribumi sebenarnya sangat penting artinya namun
Daendels tidak ingin peran penting penguasa Bumi Putera itu terlihat secara
nyata. Untuk itu Daendels melakukan tindakan berupa pengapusan perbedaan yang
ada antara Bupati yang berkedudukan di Priangan dengan Bupati yang berkedudukan
di Pantai Jawa Timur Laut seperti pada masa VOC. Stelsel Priangan yang
diciptakan VOC dipertahankan oleh Daendels maupun oleh penguasa Inggris
kemudian. Stelsel Priangan yang menjiwai Sistem Tanam Paksa (STP) buatan Van
den Bosch itu dipertahankan sampai tahun 1871.
Pembenahan yang dilakukan Daendels dalam penyediaan mesin birokrasi
adalah memperbanyak kantor pengadilan. Tiap Perfect diangkat menjadi
Ketua Land Gerecht dan Bupati menjadi Ketua Vrijde Gerecht. Land
Gerecht bertugas mengadili perkara yang menyangkut orang Eropa dan
golongan tertentu dari orang bumi Putera sedangkan Vrijde Gerecht mengadili
perkara orang pribumi. Para Bupati juga mendapat kedudukan militer di bawah
kekuasaan Perfect. Hak jabatan yang secara tradisional para Bupati yaitu turun
temurun tetap dipertanahkan.
Pembenahan untuk pejabat di lingkungan lebih bawah dari Bupati
ada yang diantaranya berada di bawah pemerintah Pusat. Mereka diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah Pusat bukan oleh Bupati. Bupati mempunyai
kewajiban menggaji pegawai yaitu para kepala Wilayah yang ada di bawah
kekuasaannya. Secara tradisional Bupati memperoleh sepersepuluh dari hasil
panen dan memperoleh tenaga tanpa dibayar dari penduduk yang ada diwilayah
kekuasaannya. Daendels mengurangi hak Bupati untuk memperoleh sepersepuluh
hasil bumi atau hak pancen dan hak memperoleh tenaga tanpa upah. Bagi petani
pengurangan penyerahan pancen dan kerja wajib itu boleh jadi tidak penting
namun bagi Bupati hal itu sangat penting karena menyangkut status simbol
sebagai seorang penguasa tradisional.
Pembenahan yang dilakukan itu menyangkut hubungan antara Bupati
dengan Pemerintah Belanda. Karena pembenahan itu tidak ada sangkut pautnya
dengan perikehidupan rakyat maka rakyat pada umumnya tidak mengetahui perubahan
tersebut. Daendels ternyata mengikuti kebijakan yang telah dirintis oleh VOC.
Hal itu tampak jelas jika dicermati perubahan yang dia lakukan setelah
pemerintahan VOC serta membandingkan dengan teori politikyang dianutnya dengan
praktek yang ia lakukan.
Reformasi atau pembenahan yang dilakukan Daendels yang lain
adalah misalnya ia berusaha keras memberantas kecurangan di kalangan pejabat
negara. Justru langkah inilah yang membuat ia mempunyai banyak musuh dari
kalangan bangsa Belanda sendiri. Disamping politik keuangannya tidak
menguntungkan pemerintah beberapa tindakannya dinilai sebagai menguntungkan
diri sendiri. Lawan politik Daendels yang terkenal antara lain adalah M.R.G.
van Polanen dan Nicolaas Engelhard, Gubernur Pantai Jawa Timur Laut yang
dilepas oleh Daendels. Untuk membersihkan dirinya dari tuduhan musuh politiknya
Daendels menerbitkan buku berjudulStaat der Nederlandsch Oost-Indische
bezittingen onder het bestuur van den Gouverneur Generaal H.W.
Daendels pada 1814. Buku tersebut dikritik dengan tajam oleh van Polanen
dan Engelhard.
Di samping itu Daendels juga tidak disukai di kalangan pejabat
Bumi Putera. Para bangsawan banyak yang kecewa karena kebijakannnya yang
merugikan mereka. Pada 1810 Kaisar Napoleon mengeluarkan Dekrit yang menyatakan
Negeri Belanda masuk ke dalam Imperium Prancis. Setahun kemudian berita itu sampai
ke Indonesia dan disambut dengan senang hati olh Daendels. Karena ia yakin
bahwa hal itu akan membawa perbaikan bagi Indonesia. Semua pegawai bersumpah
setia kepada Kaisar Napoleon. Pada 1811 Daendels diberhentikan oleh Kaisar
Napoleon. Perberhentian itu rupanya bukan karena Kaisar Napoleon yakin akan
kesalahan Daendels tetapi karena desakan lawan-lawan Daendels yang sangat keras
3. Perlawanan
Rakyat Makasar
Di Pulau Sulawesi, perlawanan untuk mengusir kekuatan VOC juga
tidak berhasil. Penyebabnya hampir sama dengan daerah lainnya di Nusantara,
yaitu karena adanya konflik dan persaingan diantara kerajaan-kerajaan
Nusantara. Misalnya konflik antara Sultan Hasanudin dari Makasar dengan Aru
Pallaka dari Kesultanan Bone yang memberi jalan Belanda untuk menguasai
Kerajaan-Kerajaan di Sulawesi tersebut.
Untuk memperkuat kedudukannya di Sulawesi, Sultan Hasanudin
menduduki Sumbawa sehingga jalur perdagangan di Nusantara bagian timur dapat
dikuasainya. Oleh karena itu, penguasaan ini dianggap oleh Belanda sebagai penghalang
dalam melakukan aktifitan perdagangan. Pertempuran antara Sultan Hasanudin dan
Belanda selalu terjadi. Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis Spelman
selalu dapat dihalau pasukan Sultan Hasanudin.
Untuk menghadapi Sultan Hasanudin, Belanda meminta bantuan
kepada Aru Pallaka yang bersengketa dengan Sultan Hasanudin. Dengan kerjasama
tersebut akhirnya Makasar jatuh ke tangan Belanda dan Sultan Hasanudin harus
menandatangani Perjanjian Bonghaya pada tahun 1667 yang berisikan hal berikut :
(1) Sultan Hasanudin harus memberikan kebebasan
kepada VOC untuk berdagang dikawasan Makasar dan Maluku
(2) VOC memegang monopoli perdagangan di wilayah Indonesia
bagian timur dengan pusatnya Makasar
(3) Wilayah kerajaan Bone yang diserang dan diduduki pada zaman
Sultan Hasanudin dikembalikan kepada Aru Pallaka dan dia diangkat menjadi Raja
Bone.
Komentar
Posting Komentar