Perkembangan Pemerintahan Di Indonesia
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan Nasional merupakan
rangkaian kegiatan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat bangsa, dan
negara untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang di amanatkan dalam
Undang-Undang dasar 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah indonesia memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial Negara”.
Pembangunan nasional dilaksanakan
secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk
memicu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang
sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang maju.
Pembangunan nasional pada dasarnya
sangat membutuhkan kesinergian antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat
adalah pelaku utama dalam pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk
mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan
masyarakat dan kegiatan pemerintah harus saling menunjang, saling mengisi,
saling melengkapi dalam memajukan masyarakat dan nasional pada umumnya.
B. Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan ini agar dapat
memahami suasana dan arah pembangunan nasional yang telah dilakukan dari masa
Orde Lama, Orde Baru hingga masa Reformasi yang terus menumpu kemajuan nasional
yang lebih baik.
Tujuan lain dari penulisan ini juga
agar dapat menambah wawasan masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang adil,
makmur dan beradap atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, tertib, bersahabat,
bersatu, aman, damai dan sejahtera. Selain itu makalah ini ditulis dalam rangka
penyelesaian tugas akhir mata pelajaran IPS.
C. Rumusan Masalah
- Bagaimana proses pembangunan nasional masa Orde Lama,
Orde Baru, dan Reformasi.
- Apa saja yang menjadi kendala pembangunan Indonesia
selama ini, sehingga menjadi masalah yang belum terselesaikan.?
- Bagaimana sejarah perencanaan pembangunan Indonesia
dari Orde Lama, Orde Baru, hingga masa Reformasi.?
- Seperti apa proses pengambilan kebijakan ekonomi dalam
pembangunan dari Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.?
- Bagaimana sistem pemerintahan dalam melakukan
pembangunan Indonesia dari masa ke masa.?
PEMBAHASAN
PEMERINTAHAN
PADA MASA ORDE LAMA
Orde
Lama adalah sebutan bagi masa Presiden Soekarno diIndonesia.
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 - 1968. Dalam jangka waktu
tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.
Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer . Presiaden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia
menggunakan sistem ekonomi komando.
Setelah turunnya presiden
soekarno dari tumpuk kepresidenan maka berakhirlah ordelama.Kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai memegang
kendali.
A.
Masa pemerintahan soekarno(orde
lama)
Latar belakang
PKI merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
PKI merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Isu sakitnya Bung Karno
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.
Faktor Malaysia
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini[1]. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
“ Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak. ”
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[2] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan "Ganyang Malaysia" kepada negara Federasi Malaysia yang telah sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia. Perintah Soekarno kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang Malaysia" ditanggapi dengan dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di satu pihak Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa tentara Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan skala tersebut, sedangkan di pihak lain Kepala Staf TNI Angkatan Darat A.H. Nasution setuju dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di Indonesia.
Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di satu pihak mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan Inggris, dan di lain pihak mereka akan menghadapi Soekarno yang mengamuk jika mereka tidak berperang. Akhirnya para pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang setengah hati di Kalimantan. Tak heran, Brigadir Jenderal Suparjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat, mengeluh, konfrontasi tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari belakang[3]. Hal ini juga dapat dilihat dari kegagalan operasi gerilya di Malaysia, padahal tentara Indonesia sebenarnya sangat mahir dalam peperangan gerilya.
Mengetahui bahwa tentara Indonesia tidak mendukungnya, Soekarno merasa kecewa dan berbalik mencari dukungan PKI untuk melampiaskan amarahnya kepada Malaysia. Soekarno, seperti yang ditulis di otobiografinya, mengakui bahwa ia adalah seorang yang memiliki harga diri yang sangat tinggi, dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk merubah keinginannya meng"ganyang Malaysia".
Faktor Amerika Serikat
Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam perang Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunisme. Peranan badan intelejen Amerika Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram Duta Besar Green ke Washington pada tanggal 8 Agustus 1965 yang mengeluhkan bahwa usahanya untuk melawan propaganda anti-Amerika di Indonesia tidak memberikan hasil bahkan tidak berguna sama sekali. Dalam telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober, agen CIA menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa tidak masuk akal karena situasi politis Indonesia yang sangat menguntungkan mereka, dan hingga akhir Oktober masih terjadi kebingungan atas pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali dilakukan oleh PKI atau NU/PNI.
Pandangan lain, terutama dari kalangan korban dari insiden ini, menyebutkan bahwa Amerika menjadi aktor di balik layar dan setelah dekrit Supersemar Amerika memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada militer untuk dibunuh. Namun hingga saat ini kedua pandangan tersebut tidak memiliki banyak bukti-bukti fisik.
Isu Dewan Jenderal
Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang tidak diduga-duga, dalam operasi penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang termakan emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono.
Isu Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat[4]. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen Amerika Serikat mendapat data-data tersebut dari berbagai sumber, salah satunya seperti yang ditulis John Hughes, wartawan The Nation yang menulis buku "Indonesian Upheaval", yang dijadikan basis skenario film "The Year of Living Dangerously", ia sering menukar data-data apa yang ia kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan berita.
Pasca kejadian
Pemakaman para pahlawan revolusi. Tampak Mayjen Soeharto di sebelah kanan
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat presiden Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah[5]:
“ Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan dari pada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali berdiri diatas Trisakti, yang sama sekali berdiri diatas Nasakom, yang sama sekali berdiri diatas prinsip Berdikari, yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.
Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik Indonesa. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka dia harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat ini, kita semuanya, maka barulah revousi kita bisa jaya.
Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu beserta kita dan beserta engkau! ”
Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas penangkapan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rejim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan "penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."
Supersemar
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer itu sampai Maret 1967.
Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto Peringatan
Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, Sasmaja, dan Putmainah.
B. Sejarah Perencanaan Pembangunan
Indonesia
Pada era Orde Lama, masa pemerintahan presiden Soekarno
antara tahun 1959-1967, pembangunan dicanangkan oleh MPR Sementara (MPRS) yang
menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional:
- TAP
MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai
Garis-Garis Besar Haluan Negara
- TAP
MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional
Semesta Berencana 1961-1969,
- Ketetapan
MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar
Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
Dengan dasar perencanaan tersebut membuka peluang dalam
melakukan pembangunan Indonesia yang diawali dengan babak baru dalam
mencipatakan iklim Indonesia yang lebih kondusip, damai, dan sejahtera. Proses
mengrehablitasi dan merekontruksi yang di amanatkan oleh MPRS ini diutamakan
dalam melakukan perubahan perekonomian untuk mendorong pembangunan nasional
yang telah didera oleh kemiskinan dan kerugian pasca penjajahan Belanda.
Pada tahun 1947 Perencanaan pembangunan di Indonesia diawali
dengan lahirnya “Panitia Pemikir Siasat Ekonomi”. Perencanaan pembangunan 1947
ini masih mengutamakan bidang ekonomi mengingat urgensi yang ada pada waktu itu
(meskipun di dalamnya tidak mengabaikan sama sekali masalah-masalah nonekonomi
khususnya masalah sosial-ekonomi, masalah perburuhan, aset Hindia Belanda,
prasarana dan lain lain yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial). Tanpa
perencanaan semacam itu maka cita-cita utama untuk “merubah ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional” tidak akan dengan sendirinya dapat terwujud. Apalagi
jika tidak diperkuat oleh Undang-Undang yang baku pada masa itu.
Sekitar tahun 1960 sampai 1965 proses sistem
perencanaan pembangunan mulai tersendat-sendat dengan kondisi politik yang
masih sangat labil telah menyebabkan tidak cukupnya perhatian diberikan pada
upaya pembangunan untuk memperbaiki kesejahtraan rakyat.
Pada masa ini perekonomian Indonesia
berada pada titik yang paling suram. Harga barang membubung tinggi, yang
tercermin dari laju inflasi yang samapai 650 persen ditahun 1966. keadaan politik
tidak menentu dan terus menerus bergejolak sehingga proses pembangunan
Indonesia kembali terabaikan sampai akhirnya muncul gerakan pemberontak
G-30-S/PKI, dan berakir dengan tumbangnya kekuasaan presiden Soekarno.
C.
Kebijakan Ekonomi Dalam Pembangunan
Masa pemerintahan Soekarno kebijakan
ekonomi pembangunan masih sangat labil, yang didera oleh berbagai persoalan
antaranya pergejolakankan politik yang belum kondusif dan juga system
pemerintahan yang belum baik, sehingga berdampak pada proses pengambilan
kebijakan.
a. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa
awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
- Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena
beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu
itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang
berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan
November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
- Kas negara kosong.
- Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
- Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri
keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan
Juli 1946.
- Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India,
mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade
Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
- Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19
Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi
Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke
bidang-bidang produktif.Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada
pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada
pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat :
sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
b. Masa Demokrasi Liberal
(1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal,
karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip
liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik
yang menyatakan laissez faire laissez passer. Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
- Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang
(sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar
tingkat harga turun.
- Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi.
- Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja
Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha
pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
c. Masa Demokrasi Terpimpin
(1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden
5 Juli 1959, yang berisi :
1.
Pembubaran Konstituante.
2.
Tidak berlakunya UUDS 1950
3.
Berlakunya kembali UUD 1945.
4.
Segera dibentuk MPRS dan DPRS.
maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di
masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
- Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959
menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi
Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di
bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
- Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai
tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya
justrU mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada
1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
- Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965
menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.Tindakan pemerintah untuk
menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai
tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat
pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang
dilaksanakan pemerintah dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan
Malaysia dan negara-negara Barat.
D. Sistem pemerintahan pada masa orde lama
system pemerintahan yang terjadi pada orde lama
diantaranya sebagai berikut :
a.Sistem Pemerintahan Orde Lama - Akar Sistem Pemerintahan
di Indonesia
Pelajaran sejarah juga
pasti membahas tentang sistem pemerintahan orde lama ini. Seolah menggambarkan
bagaimana keadaan Indonesia saat berada pada masa-masa kelam. Saat keadaan
politik dan sosial di Indonesia belum stabil. Pembahasan tentang sistem
pemerintahan orde lama
ini akan cukup menarik untuk diikuti.Tahun
1945 adalah tahun paling bersejarah dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia diraih pada tahun itu. Bebas dari pengaruh penjajah untuk
kemudian mulai menata segala sesuatunya sendiri. Masa-masa itulah yang dikenal
dengan istilah orde lama. Tidak salah jika sistem pemerintahan orde lama
disebut-sebut sebagai awal pemerintahan bangsa Indonesia.
Pada masa orde lama inilah, bangsa kita baru memulai
menata segala perihal aturan dalam mengelola negara. Saat itu, kita baru saja memroklamirkan diri
menjadi negara merdeka meskipun belum bebas seratus persen dari kekuasaan
penjajah. Maka, bisa dikatakan bahwa era pemerintahan orde lama menjadi cikal bakal pengaturan sistem untuk bangsa Indonesia. Bahwa sistem
pemerintahan orde lama ini adalah akar dari semua sistem pemerintahan yang saat
ini berlaku.
Sietem pemerintahan orde
lama adalah sebuah sistem pemerintahan negara Indonesia yang berlangsung di
bawah pimpinan Soekarno. Penerapan sistem pemerintahan orde lama
berlangsung sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945
hingga 1968. Berakhirnya sistem pemerintahan orde lama berganti dengan sistem
pemerintahan orde baru. Penamaan orde baru merupakan nama yang diberikan oleh Soeharto yang berkuasa pada era orde baru. Soekarno sendiri tidak begitu suka dengan sebutan “orde lama” untuk era
kepemimpinannya. Ia lebih suka menyebut eranya dengan sebutan “orde revolusi”.
Setelah proklamasi kemerdekaan
dikumandangkan, sejak itulah bangsa Indonesia mulai memasuki babak kehidupan
baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Setelah
perjuangan merebut kemerdekaan, tantangan selanjutnya adalah mengatur negara
ini dengan sistem yang sesuai.Dan sistem pemerintahan orde baru adalah sistem
pertama yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.Meskipun sistem pemerintahan
orde lama dianggap banyak melakukan trial and error terhadap sistem pemerintahan Indonesia.
Namun, pengaruh dari
sistem pemerintahan tersebut sama sekali tidak bisa kita kesampingkan. Hingga
akhirnya Indonesia mengalami perubahan sistem pemerintahahan beberapa kali
untuk mencari sistem paling sesuai. Mencocokkan banyaknya sistem pemerintahan
dengan keadaan Indonesia saat itu benar-benar sulit. Kestabilan di semua lini
menjadi hal yang tarus dicari bahkan hingga kini. Entah itu sistem pemerintahan
orde baru apalagi reformasi. Semuanya seolah belum begitu "menunjukkan
giginya". Masih bungkam, atau sama sekali takpunya gigi?Tokoh dari sistem
pemerintahan orde lama yang dimiliki Indonesia adalah siapa lagi kalau bukan
Bung Karno. Dengan segenap pemikiran, kepintaran, dan kecakapannya, Bung Karno perlahan mulai "membangun badan" negara ini. Di luar tanggapan
masyarakat, apakah beliau berhasil atau tidak.
b.Sistem Pemerintahan Orde Lama - Indonesia Era
Soekarno
Selama pemerintahan Soekarno, pernah diterapkan
beberapa sistem pemerintahan di Indonesia. Indonesia pernah menerapkan sistem
pemerintahan presidensial. Kemudian, sistem pemerintahan presidensial diganti
dengan betuk pemerintahan parlementer. Juga pernah menerapkan sistem
pemerintahan demokrasi liberal yang
kemudian diganti dengan sistem pemerintahan demokrasi
terpimpin. Semua sistem tersebut
pada dasarnya terangkum dalam istilah sistem pemerintahan orde lama.
Sistem Pemerintahan Orde Lama - Penerapan Sistem Pemerintahan Presidensial di
Indonesia.
Sistem pemerintahan
presidensial merupakan sistem pemerintahan orde lama yang pertama kali
diterapkan Soekarno dalam memimpin bangsa Indonesia. Namun, sistem ini hanya
berjalan kurang lebih selama tiga bulan. Perubahan sistem presidensial terjadi
karena adanya penyimpangan terhadap UUD 1945. Di dalam sistem
pemerintahan presidensial, kekuasaan negara terfokus kepada presiden sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan. Sistem pemerintahan orde lama ini tidak
menggunakan teori pemisahan negara seperti yang ada di dalam trias politica
yang dirancang Montesquieu. Jadi, dalam sistem ini, tidak ada lembaga pemegang
supremasi tertinggi. Presiden dan wakilnya dipilih secara langsung oleh rakyat
yang masa kepemimpinannya ditentukan oleh konstitusi.
c. Sistem Pemerintahan Orde Lama - Penerapan Sistem
Pemerintahan Parlementer di Indonesia
Sistem pemerintahan
parlementer juga pernah dianut Indonesia pada sistem pemerintahan orde lama.
Namun, sistem parlementer yang digunakan masih parlementer semu (quasy
parlemenary). Pemerintahan parlementer lahir atas dasar konstitusi Republik
Indonesia Serikat pada 1950. Sutan Syahrir merupakan perdana
menteri pertama di dalam sistem
pemerintahan ini. Sistem pemerintahan parlementer merupakan sistem
pemerintahan orde lama yang menjadikan posisi parlemen memiliki peranan penting
di dalam pemerintahan. Parlemen mempunyai wewenang untuk mengangkat perdana
menteri. Selain itu, parlemen bisa menjatuhkan pemerintahan dengan cara mengeluarkan
mosi tidak percaya terhadap pemerintahan tersebut.
d. Sistem Pemerintahan Orde Lama - Penerapan Sistem
Pemerintahan Demokrasi di Indonesia
Indonesia, dalam sistem
pemerintahan orde lama pernah menggunakan sistem pemerintahan demokrasi. Namun,
sistem pemerintahan demokrasi tersebut juga masih bersifat semu. Ini dikarenakan jalannya sistem
demokrasi tidak sepenuhnya dilakukan. Sistem pemerintahan demokrasi yang pernah
diterapkan adalah sistem pemerintahan demokrasi liberal dan sistem pemerintahan
demokrasi terpimpin. Sistem pemerintahan demokrasi didasarkan pada UUD 1950
yang menggantikan konsitusi RIS 1949. Saat itu, sebenarnya masih menggunakan
sistem pemerintahan parlementer kabinet. Namun, sistem parlementer kabinet itu pun
menggunakan cara demokrasi liberal yang masih semu. Sistem pemerintahan orde
lama tersebut Hal ini bisa dilihat dari beberapa ciri. Misalnya,
pemilihan perdana menteri yang diangkat oleh presiden. Presiden juga mempunyai
wewenang untuk membubarkan lembaga DPR. Kedudukan presiden dan wakilnya tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga
pemerintahan mana pun. Jika dilihat seperti itu, sistem pemerintahan orde lama
terkesan otoriter.
Pada 1959 hingga 1966, Soekarno mengenalkan sistem
pemerintahan demokrasi terpimpin. Kedudukan presiden pada sistem ini makin
kuat. Ia memiliki kekuasaan yang mutlak. Presiden bisa dijadikan alat
untuk melenyapkan berbagai kekuasaan yang dianggap menghalanginya. Kebebasan
berpendapat dan kegiatan partai
politik sangat dibatasi. Sistem
demokrasi terpimpin ini juga merupakan bagian dari sistem pemerintahan orde
lama. Belajar dari trial and error-nya sistem pemerintahan masa orde lama
harusnya menjadikan Indonesia lebih tahu sistem apa yang harus diterapkan.
Sayangnya, pada masa orde baru pun, banyak sekali terjadi gejolak karena tidak
sesuainya sistem pemerintahan yang diterapkan.
E. Perkembangan Kekuasaan
Politik Indonesia
Sejak proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru
sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh.Dalam perjalanan sejarahnya
bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai
hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan serta mengisi kemerdekaan.
Wujud berbagai hambatan
adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang
berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar
sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Lama yang merupakan
koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih
terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional
berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.
Landasan kepemimpinan
Soekarno dibangun atas dasar nasionalisme, Islam dan Marxisme. Nasionalisme
yang tumbuh dalam dirinya telah menanamkan rasa persatuan dan cinta Tanah Air
sekaligus menjadikan dirinya menjadi proklamator dan presiden pertama
Indonesia, sementara ideologi Marxisme yang dikembangkannya membuat dirinya
memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet dan menanamkan jiwa anti hegemoni dan
imperialisme Barat.
Guna menjalankan politik
luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno
mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di
antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy
(Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRT).
F. KONFIGURASI POLITIK ERA ORDE LAMA
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden
yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran
Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan
DPAS. Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
adalah gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya.Pada masa ini Soekarno
memakai sistem demokrasi terpimpin. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada
tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis
konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang
“memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan
melalui dekrit.
Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang
dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya
senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka problema
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada
waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh
dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik
yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula
kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif
ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu
bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”.
Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive”
(berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara
berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu
kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi
yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie).[6]
Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi
partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus
berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme
Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai
besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran
politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun
dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa:
· Gerakan separatis pada tahun 1957
· Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam,
sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.
Oleh karena konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam
fundamentalis itu telah mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17
Agustus 1945, maka terjadilah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan
tujuan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menjadi dialog Nasional yang seru
antara yang Pro dan yang Kontra. Yang Pro memandang dari kacamata politik,
sedangkan yang Kontra dari kacamata Yuridis Konstitusional. Akhirnya memang
masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde Baru,
sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber hukum
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada perang
revolusi yang berlangsung tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga merupakan
prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965, telah memberikan
pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus kita bayar dengan
biaya tinggi.
Pada masa ini juga terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi
politik yang tidak stabil.Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini:
•
1950-1951 - Kabinet Natsir
Program kerja pada masa
kabinet Natsir
1. Menyelenggarakan
pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
2. Memajukan
perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
3. Menyempurnakan
organisasi pemerintahan dan militer.
4. Memperjuangkan
soal Irian Barat tahun 1950.
5. Memulihkan
keamanan dan ketertiban
•
1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
•
1952-1953 - Kabinet Wilopo
•
1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
•
1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
•
1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
•
1957-1959 - Kabinet Djuanda
G. BERAKHIRNYA ORDE LAMA
Setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan maka
berakhirlah orde lama.kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai
memegang kendali.pemerintahan dan menanamkan era kepemimpinanya sebagai orde
baru konsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kehidupan demokrasi
menitipberatkan pada aspek kestabilan politik dalam rangka menunjang
pembangunan nasional.untuk mencapai titik-titik tersebut dilakukanlah upaya
pembenahan sistem keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya
mempunyai sejumlah sisi yang menonjol.yaitu;
1.adanya konsep difungsi
ABRI
2.pengutamaan golongan
karya
3.manifikasi kekuasaan di
tangan eksekutif
4.diteruskannya sistem
pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikan pejabat
5.kejaksaan depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masca mengembang (flating mass)
5.kejaksaan depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masca mengembang (flating mass)
6.karal kehidupan pers
Konsep diafungsiABRI pada masa itu secara inplisit sebelumnya sudah
ditempatkan oleh kepala staf angkatan darat.mayjen A.H.NASUTION tahun 1958
yaitu dengan konsep jalan tengah prinsipnya menegaskan bahwaperan tentara tidak
terbatas pada tugas profesional militer belaka melainkan juga mempunyai
tugas-tugas di bidang sosial politik dengan konsep seperti inilah dimungkinkan
dan bhakan menjadi semacam KEWAJIBAN JIKALAU MILITER BERPARTISIPASI DI BIDANG
POLITIK PENERAPAN , konjungsi ini menurut pennafsiran militer dan penguasa orde
baru memperoleh landasan yuridi konstitusional di dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945
yang menegaskan majelis permusyawaratan rakyat.
H. Sebab
Runtuhnya Orde lama
1. Terjadinya peristiwa gerakan 30
September 1965
2. Keadaan politik dan keamanan negara
menjadi kacau karena peristiwa gerakan 30 september 1965, ditambah adanya
konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
3. Keadaan perekonomian semakin
memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan ipaya pemerintah melakukan
davaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan
mastarakat
4. Reaksi keras dan meluas dari
masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh
PKI. Rakyat melakukan demostrasi menuntut agar PKI beserta organisasi
masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi ( KAMI, KAPI, KAPPI, KASI, dsb ) yang ada di masyarakat bergabung membentuk kesatuan aksi beruoa "Front Pancasila" yang selanjutnya lebih dikenal dengan "Angkatan 66" untuk menghancurkan tokoh yang terlibat dalam gerakan 30 September 1965
6. Kesatuan Aksi "Front Pancasila" pada 10 Januaru 1966 didepan gedung DPR-GR mengajukan tuntunan "TRITURA" (Tri Tuntunan Rakyat) yang berisi :
- Pembubaran PKI beserta Organisasi Massanya
- Pembersihan Kabinet Dwikora
- Penurunan harga-harga barang
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8.Wibawa dan kekuasaan presiden Soekarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerekan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
9. Sidang paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. maka presidan mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Soeharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaang negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
5. Kesatuan aksi ( KAMI, KAPI, KAPPI, KASI, dsb ) yang ada di masyarakat bergabung membentuk kesatuan aksi beruoa "Front Pancasila" yang selanjutnya lebih dikenal dengan "Angkatan 66" untuk menghancurkan tokoh yang terlibat dalam gerakan 30 September 1965
6. Kesatuan Aksi "Front Pancasila" pada 10 Januaru 1966 didepan gedung DPR-GR mengajukan tuntunan "TRITURA" (Tri Tuntunan Rakyat) yang berisi :
- Pembubaran PKI beserta Organisasi Massanya
- Pembersihan Kabinet Dwikora
- Penurunan harga-harga barang
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8.Wibawa dan kekuasaan presiden Soekarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerekan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
9. Sidang paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. maka presidan mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Soeharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaang negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
I. Kelebihan Dan Kelemahan system Pemerintah
Orde Lama :
a.kelebihan :
1.presiden dan menteri
selama masa jabatan nya tidak dapat di jatuhkan DPR
2.pemerintah punya waktu
untuk menjalankan programnya dengan tidak di banyangi krisis cabinet.
3.presiden tidak dapat
memberlakukan dan membubarkan DPR
b. kelemahan :
1.adanya kecenderungan
terlalu kuat otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan presiden
2.sering terjadinya
penggantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden
3.pengawasan rakyat
terhadap pemerintahan kurang berpengaruh
4.pengaruh rakyat terhadap
kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian
PEMERINTAHAN
PADA MASA ORDE BARU
Orde baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan pancasila secara murni dan konsekuen. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret1966 yang menjadi tonggak lahirnya Orde Baru. Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru merupakan koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa. Melalui Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Akibatnya muncul dualisme kepemimpinan nasional. Berdasarkan Keputrusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sebagai presiden dan sekaligus menjabat sebagai pimpinan kabinet. Tetapi ketika kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, jabatan Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkat sebagai perdanamenteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang disempurnakan. Sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto semakin besar sejak awal tahun 1967. Pada 10 Januari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden yang disebut PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari diumumkan tentang penyerahan kekuasaan kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Sebagai tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden Republik Indonesia. Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang telah menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan pada tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkat sebagai presiden Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, sampai presiden baru hasil pemilu ditetapkanLangkah-langkah yang dilakukan adalah
1.Pembentukan
Kabinet Pembangunan
2.Pembubaran
PKI dan Organisasi massanya
3.Penyederhanaan
Partai Politik
4.Pemilihan
Umum
5.Peran
Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
6.Pedomanan
Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
7.Penataan
Politik Luar Negeri
8.Penataan
Kehidupan Ekonomi
9.Kerjasama
Luar Negeri
10.Pembangunan
Nasional
11.Konflik
Perpecahan Pasca Orde Baru
B. Sejarah Perencanaan Pembangunan
Indonesia
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan
30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari
Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut
untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto
untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan
melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan
sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media
pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh.
Pada masa Orde Baru pula
pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk
mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut
dengan konsensus nasional.
Pada era Orde Baru ini, pemerintahan
Soeharto menegaskan bahwa kerdaulatan dalam politik, berdikari dalam bidang
ekonomi dan berkepribadian dalam bidang sosial budaya. Tekad ini tidak akan
bisa terwujud tanpa melakukan upaya-upaya restrukturisasi di bidang politik
(menegakkan kedaulatan rakyat, menghapus feodalisme, menjaga keutuhan
teritorial Indonesia serta melaksanakan politik bebas aktif), restrukturisasi
di bidang ekonomi (menghilangkan ketimpangan ekonomi peninggalan sistem ekonomi
kolonial, menghindarkan neokapitalisme dan neokolonialisme dalam wujudnya yang
canggih, menegakkan sistem ekonomi berdikari tanpa mengingkari interdependensi
global) dan restrukturisasi sosial budaya (nation and character building,
berdasar Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila serta menghapuskan budaya
inlander).
Pada masa ini juga proses
pembangunan nasional terus digarap untuk dapat meningkatkan kapasitas
masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Pendapatan perkapita juga meningkata
dibandingkan dengan masa orde lama.
Kesemuanya ini dicapai dalam blueprint
nasional atau rencana pembangunan nasional. Itulah sebabnya di jaman orde lama
kita memiliki rencana-rencana pembangunan lima tahun (Depernas) dan kemudian
memiliki pula Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan-Tahun (Bappenas).
Di jaman orde baru kita mempunyai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I,
Repelita II, Repelita III, Repelita IV, Repelita V,dan Repelita VII (Bappenas).
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan
Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi
ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda
Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan
rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok
menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh
mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan
reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12
Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat
mahasiswa Universitas Trisakti. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”.
Menanggapi aksi reformasi tersebut,
Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi
Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi
belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam
Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto
mundur dari jabatannya.
C.
Kebijakan Ekonomi Dalam Pembangunan
Pada masa Orde Baru, pemerintah
menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama
32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu
stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena
hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan
terutama dalam hal anggaran negara.
Pada masa pemerintahan Orde Baru,
kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi
tersebut didukung oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal
tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan
Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang
stabil, dan pemerataan pembangunan.
Hal ini berhasil karena selama lebih
dari 30 tahun, pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang
stabilitas ekonomi. Kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa itu dituangkan pada
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya
selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi
APBN.
APBN pada masa pemerintahan Orde
Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan dasar. Yaitu laju
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor minyak mentah Indonesia,
serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Asumsi-asumsi dasar tersebut
dijadikan sebagai ukuran fundamental ekonomi nasional. Padahal sesungguhnya,
fundamental ekonomi nasional tidak didasarkan pada perhitungan hal-hal makro.
Akan tetapi, lebih kearah yang bersifat mikro-ekonomi. Misalnya,
masalah-masalah dalam dunia usaha, tingkat resiko yang tinggi, hingga penerapan
dunia swasta dan BUMN yang baik dan bersih. Oleh karena itu pemerintah selalu
dihadapkan pada kritikan yang menyatakan bahwa penetapan asumsi APBN tersebut
tidaklah realistis sesuai keadaan yang terjadi.
Format APBN pada masa Orde Baru
dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan terdiri dari penerimaan
rutin dan penerimaan pembangunan serta pengeluaran terdiri dari pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan. Sirkulasi anggaran dimulai pada 1 April dan
berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Kebijakan yang disebut tahun fiskal
ini diterapkan seseuai dengan masa panen petani, sehingga menimbulkan kesan
bahwa kebijakan ekonomi nasional memperhatikan petani.
APBN pada masa itu diberlakukan atas
dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu anggaran penerimaan yang disesuaikan
dengan anggaran pengeluaran sehingga terdapat jumlah yang sama antara
penerimaan dan pengeluaran. Hal perimbangan tersebut sebetulnya sangat tidak
mungkin, karena pada masa itu pinjaman luar negeri selalu mengalir.
Pinjaman-pinjaman luar negeri inilah yang digunakan pemerintah untuk menutup
anggaran yang defisit.
Ini artinya pinjaman-pinjaman luar
negeri tersebut ditempatkan pada anggaran penerimaan. Padahal seharusnya
pinjaman-pinjaman tersebut adalah utang yang harus dikembalikan, dan merupakan
beban pengeluaran di masa yang akan datang. Penerapan kebijakan tersebut
menimbulkan banyak kritik, karena anggaran defisit negara ditutup dengan
pinjaman luar negeri. Padahal, konsep yang benar adalah pengeluaran pemerintah
dapat ditutup dengan penerimaan pajak dalam negeri. Sehingga antara penerimaan
dan pengeluaran dapat berimbang. Permasalahannya, pada masa itu penerimaan
pajak saat minim sehingga tidak dapat menutup defisit anggaran.
D.
Sistem Pemerintahan
Kebijakan masih pada pemerintah,
namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan
ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa
dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem
kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade.
Betulkah Orde Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai
Orde Baru hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini.
Kita masih menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde
Baru dan Orde Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa
semua ini terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis
demarkasi yang jelas terhadap Orde Baru.
Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu
yang diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan
otoriter dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru
“terbelenggu” oleh faktor kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi
masyarakat sangat minimal) pada masa orba terdapat instrumen-instrumen
pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan organisasi
profesi, pembatasan partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki
wilayah-wilayah sipil, dll.
E.
Menguatnya Peran Negara dan Dampaknya
Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer.
Kekuasaan sentralistik yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan
berbagai akibatnya di akhir pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di
seluruh bidang pembangunan.
Pemerintah menurut UUD seharusnya memberikan kesempatan yang
sama kepada seluruh lapisan masyarakat untuk turut memanfaatkan kekayaab alam
tersebut. Namun pengaruh negara yang sangat kuat menyebabkan hanya segelincir
orang yang menikmati kesempatan itu. Umumya negara memberikan kesempatan kroni
atau golongan etnis yang dapat menguntunkan secara timbal balik.
Saat Jenderal Soeharto menguasai pemerintahan sepenuhnya
tahun 1967, para para ahli ini mulai menduduki posisi penting dalam kabinet.
Selama lebih dari tiga dasawarsa masa pemerintahan Orde Baru prakti semua ruang
publik dikontrol dan diawasi penuh oleh negara secara ketat, rakyat dilarang
berpolitik, mendirikan organisasi politik, apalagi menjadi oposisi terhadap
pemerintah, semuamya demi menjaga stabilitas keamanan dan jalannya pembangunan.
Negara demokrasi yang menjadi kesepakatan bersama menuju cita-cita rakyat tidak
lebih hanya slogan kosong. Pemerintah sebagai pengemban amanah rakyat
dalam praktiknya justru menjadi penguasa bagi rakyat. Tidak heran jika kemudian
selam rezim Orde Baru negara begitu berkuasa dan nyaris tanpa kontrol dari
rakyat hingga terjadi sangat banyak praktik pelenggaran HAM di stiap daerah
mulai dari Aceh hingga Papua.
Sebagaimana rezim-rezim otoriter pada umumnya, selam
pemerintahan Orde Baru negar telah berhasil dengan berbagai cara membentuk
sikap dan keperibadian masyarakat hingga tunduk dan patuh kepada negara. Akan
halnya Aceh, daerah yang sepanjang sejarahnya selalu diwarnai dengan pergolakan
yang banyak menumpahkan darah, negara begitu perkasa menindas rakyat. Penerapan
DOM ( Daerah Operasi Militer ) selama hampir satu dasawarsa sejak 1989-1998
adalah contoh dimana rakyat tidak berdaya terhadap kebijakan refresif negara.
Baru pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru
dan seiring dengan era reformasi terbuka kesempatan bagi rakyat untuk
menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer mengerikan yang selam
10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun terbongkar. Presiden
Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat tercapai antara
lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan
masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas
dari tahanan rezim Orde Lama, untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas
menolak dengan alasan ”yuridis, ketatanegaraan, dan psikologi “. Bahkan
Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak setiap keagamaan
dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud
kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde
Baru yang didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam.
F. Perkembangan
Politik, Ekonomi, dan Kebijakan Politik Luar Negeri Pada Masa Orde Baru
1.Proses lahirnya Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru lahir secara situasional setelah peristiwa Gerakan 30 September 1956/ PKI. Lahirnya Orde Baru ada beberapa versi antara lain:
a.Berdasarkan versi pemerintahan Orde Baru di tandai oleh keluarnya Supersemar(Surat Perintah Sebelas Maret 1966).
b.Lahirnya Orde Baru pada tanggal 10 Januari 1966 bersamaan dengan tercetusnya Tritura. (Tri/Tiga Tuntutan Rakyat) ialah tuntutan dari para mahasiswa yang mengadakan demonstrasi terhadap pemerintahan Presiden Soekarno.
c.Orde baru lahir pada tanggal 23 Februari 1967 , sejak peristiwa penyerahan kekuasaan dari presiden Sukarno kepada Jenderal Suharto selaku pengembang Supersemar.
1.Proses lahirnya Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru lahir secara situasional setelah peristiwa Gerakan 30 September 1956/ PKI. Lahirnya Orde Baru ada beberapa versi antara lain:
a.Berdasarkan versi pemerintahan Orde Baru di tandai oleh keluarnya Supersemar(Surat Perintah Sebelas Maret 1966).
b.Lahirnya Orde Baru pada tanggal 10 Januari 1966 bersamaan dengan tercetusnya Tritura. (Tri/Tiga Tuntutan Rakyat) ialah tuntutan dari para mahasiswa yang mengadakan demonstrasi terhadap pemerintahan Presiden Soekarno.
c.Orde baru lahir pada tanggal 23 Februari 1967 , sejak peristiwa penyerahan kekuasaan dari presiden Sukarno kepada Jenderal Suharto selaku pengembang Supersemar.
2.Landasan
kehidupan Orde Baru
Orde baru adalah suatu tatanan kehidupan rakyat, bangsa dan yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 . Untuk mewujudkan taatanan kehidupan , maka pemerintahan Orde Baru mempunyai landasan:
a.Landasan idiil Pancasi
b.Landasan konstitusional UUD 1945
Orde baru adalah suatu tatanan kehidupan rakyat, bangsa dan yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 . Untuk mewujudkan taatanan kehidupan , maka pemerintahan Orde Baru mempunyai landasan:
a.Landasan idiil Pancasi
b.Landasan konstitusional UUD 1945
3.
Perkembangan Ekonomi Pada Masa Orde Baru
Kebijakan perekonomian pada masa Orde Baru sebenarnya telah dirumuskan pada sidang MPRS tahun 1966. Pada sidang tersebut telah dikeluarkan Tap. MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang pembaruan kebijakan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Tujuan dikeluarkan keterapan tersebut adalah untuk mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda negara Indonesia sejak tahun 1955.
Berdasarkan ketetapan tersebut, Presiden Suharto mempersiapkan perekonomian Indonesia sebagai berikut:
a.Mengeluarkan Peraturan 3 Oktober 1966, tentang pokok-pokok regulasi.
b.Mengeluarkan Peraturan 10 Pebruari 1967, tentang harga dan tarif
c.Peraturan 28 Juli 1967 , tentang pajak usaha serta ekspor Indonesia
d.UU No. 1 Tahun 1967 , tentang Penanaman Modal Asing.
e.UU No. 13 Tahun 1967, tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja ( RAPBN).
Disamping langkah-langkah tersebut diatas, Presiden Suharto juga melakukan pendekatan dengan negara-negara maju untuk penundaan pembayarab utang Indonesia dan mendapatkan pinjaman dari luar negeri. Usaha tersebut menunjukkan hasilnya, terbukti Indonesia mendapatkan kesempatan untuk penangguhan pembayaran utang luar negeri. Bahkan kelompok negara maju membentuk IGGI (Internasional Govermental Group on Indonesia ) untuk memberikan pinjaman dana kepada Indonesia.
Usaha-usaha yang dilakukan pada masa pemerintahan Orde Baru memang banyak menunjukkan perkembangan perekonomian yang pesat.
Kebijakan perekonomian pada masa Orde Baru sebenarnya telah dirumuskan pada sidang MPRS tahun 1966. Pada sidang tersebut telah dikeluarkan Tap. MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang pembaruan kebijakan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Tujuan dikeluarkan keterapan tersebut adalah untuk mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda negara Indonesia sejak tahun 1955.
Berdasarkan ketetapan tersebut, Presiden Suharto mempersiapkan perekonomian Indonesia sebagai berikut:
a.Mengeluarkan Peraturan 3 Oktober 1966, tentang pokok-pokok regulasi.
b.Mengeluarkan Peraturan 10 Pebruari 1967, tentang harga dan tarif
c.Peraturan 28 Juli 1967 , tentang pajak usaha serta ekspor Indonesia
d.UU No. 1 Tahun 1967 , tentang Penanaman Modal Asing.
e.UU No. 13 Tahun 1967, tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja ( RAPBN).
Disamping langkah-langkah tersebut diatas, Presiden Suharto juga melakukan pendekatan dengan negara-negara maju untuk penundaan pembayarab utang Indonesia dan mendapatkan pinjaman dari luar negeri. Usaha tersebut menunjukkan hasilnya, terbukti Indonesia mendapatkan kesempatan untuk penangguhan pembayaran utang luar negeri. Bahkan kelompok negara maju membentuk IGGI (Internasional Govermental Group on Indonesia ) untuk memberikan pinjaman dana kepada Indonesia.
Usaha-usaha yang dilakukan pada masa pemerintahan Orde Baru memang banyak menunjukkan perkembangan perekonomian yang pesat.
4.Kebijakan
Luar Negeri Pada Masa Orde Baru
a. Beberapa kebijakanyang ditempuh oleh Indonesia pada masa Orde Baru b.Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Pada tanggal 28 September 1950 , Indonesia kembali menjadi anggota PBB yang ke-60
c.Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia
d.Indonesia menjadi Anggota ASEAN (Association of South East Asian Nations).
e.Keikutsertaan Indonesia dalam organisasi internasional, diantaranya:
-Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEX)
-Consultative Group on Indonesia (CGI). CGI merupakan organisasi dari kelanjutan/pentempurnaan CGI
-Asia Pasific Economic Cooperation (APEX).
-International Monetery Fund (IMF)
-World Bank
-Organisasi Konferensi Islam.
a. Beberapa kebijakanyang ditempuh oleh Indonesia pada masa Orde Baru b.Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Pada tanggal 28 September 1950 , Indonesia kembali menjadi anggota PBB yang ke-60
c.Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia
d.Indonesia menjadi Anggota ASEAN (Association of South East Asian Nations).
e.Keikutsertaan Indonesia dalam organisasi internasional, diantaranya:
-Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEX)
-Consultative Group on Indonesia (CGI). CGI merupakan organisasi dari kelanjutan/pentempurnaan CGI
-Asia Pasific Economic Cooperation (APEX).
-International Monetery Fund (IMF)
-World Bank
-Organisasi Konferensi Islam.
Kelebihan
sistem Pemerintahan Orde Baru
Ø Perkembangan GDP per kapita
Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih
dari AS$1.565
Ø Sukses transmigrasi
Ø Sukses KB
Ø Sukses memerangi buta huruf
Ø Sukses swasembada pangan
Ø Pengangguran minimum
Ø Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan
Lima Tahun)
Ø Sukses Gerakan Wajib Belajar
Ø Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua
Asuh
Ø Sukses keamanan dalam negeri
Ø Investor asing mau menanamkan modal
di Indonesia
Ø Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme
dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan
Sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Semaraknya korupsi, kolusi,
nepotisme
2. Pembangunan Indonesia yang tidak
merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian
disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di
sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
4. Kecemburuan antara penduduk setempat
dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar
pada tahun-tahun pertamanya
5. Bertambahnya kesenjangan sosial
(perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non
pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
7. Kritik dibungkam dan oposisi
diharamkan
8. Kebebasan pers sangat terbatas,
diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
9. Penggunaan kekerasan untuk
menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan
Misterius"
10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan
kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
11. Menurunnya kualitas birokrasi
Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling
fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
12. Menurunnya kualitas tentara karena
level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan
anak buah.
13. Pelaku ekonomi yang dominan adalah
lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
H. Ciri-ciri
pokok pemerintahan Orde Baru
a.Bidang Politik
1)Lembaga kepresidenan terlalu dominana
2)Rendahnya kesetaraan diantara lembaga tinggi negara.
3)Rekruitmen politik yang tertutup
4)Birokrasi sebagai instrumen kekuasaan.
5)Kebijakan publik yang tidak transparan.
6)Sentralisasi kekuasaan.
7)Implementasi hak asasi yang masih rendah.
b.Bidang ekonomi
a).Kebijakan mengutamakan pertumbuhan ekonomi.
b).Pinjaman luar negeri.
c).Konglomerasi.Dwi fungsi ABRI
d).Politik Luar Negeri yang bebas aktif
a.Bidang Politik
1)Lembaga kepresidenan terlalu dominana
2)Rendahnya kesetaraan diantara lembaga tinggi negara.
3)Rekruitmen politik yang tertutup
4)Birokrasi sebagai instrumen kekuasaan.
5)Kebijakan publik yang tidak transparan.
6)Sentralisasi kekuasaan.
7)Implementasi hak asasi yang masih rendah.
b.Bidang ekonomi
a).Kebijakan mengutamakan pertumbuhan ekonomi.
b).Pinjaman luar negeri.
c).Konglomerasi.Dwi fungsi ABRI
d).Politik Luar Negeri yang bebas aktif
I. Proses
Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Pemerintah
Orde Baru selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap
tekad awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat,
berbangsa, dan bertanah air. Latar belakang munculnya tuntutan Soeharto agar
mundur dari jabatannya atau yang menjadi titik awal berakhirnya Orde Baru.
-
Adanya krisis politik di mana
setahun sebelum pemilu 1997, kehidupan politik Indonesia mulai memanas.
Pemerintah yang didukung Golkar berusaha memepertahankan kemenangan mutlak yang
telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP begitupun PDI ataupun Golkar
dianggapa tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik masyarakat.
-
Adanya krisis ekonomi yang melanda
Indonesia pada pertengahan Juli 1997. Sebenarnya krisis ini jyga terjadi
dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah yang merasakan dampak yang paling
buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi perekonomian Indonesia rapuh, praktik
KKN, dan monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi Indonesia.
-
Adanya krisis Sosial, bersamaan
dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat semakin meningkat. Melonjaknya
angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi menyebabkan kecemburuan sosial di
tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi damai menuntut reformasi mulai
ditunggangi berbagai kepentingan individu dan kelompok.
-
Pelaksanaan hukum di masa Orde Baru
terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya kekuasaan kehakiman yang dinyatakan
dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memilik kekuasaan yang merdeka dan
terlepas dari kekuasaan pemerintahan. Namun pada kenyataannya kekuasaan
kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Kronologi jatuhnya pemerintahan Orde Baru berawal dari
terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden melalui sidang umum MPR yang
berlangsung tanggal 1 – 11 Maret 1998, ternyata tidak menimbulkan dampak
positif yang berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi bangsa justeru memperparah
gejolak krisis. Dan gelombang aksi mahasiswa silih berganti menyuarakan
beberapa agenda reformasi.
Pada saat tuntutan gerakan reformasi
oleh mahasiswa mencapai puncaknya, aksi mereka menimbulkan bentrok dengan pihak
aparat keamanan hingga terjadi peristiwa tragis yaitu tragedi trisakti.
Peristiwa penembakan terhadap massa mahasiswa di Universitas Trisakti pada
tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan tewasnya 4 orang mahasiswa Trisakti dan
puluhan korban luka parah. Keempat mahasiswa itu adalah Elang Mulya Lesmana,
Hery Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan. Pada tanggal 13- 14 Maret
1998 terjadi kerusuhan dua hari berturut-turut sebagai buntutu dari peristiwa
berdarah trisakti. Pasca peristiwa Trisakti dan kerusuhan massa memicu gerakan
mahasiswa yang berpusat di Jakarta yang mulai melancarkan aksi yang lebih
besar. Mereka mengarahkan perhatian utama kepada wakil-wakil rakyat di DPR/MPR
RI. Mahasiswapun berdatangan ke gedung DPR/MPR untuk menuntut supaya segera
diadakan sidang istimewa MPR dan pencabutan mandat MPR kepada presiden
Soeharto. Sejak 18 mei 1998, kelompok –kelompok mahasiswa dari berbagai
universitas berdatangan untuk menduduki gedung DPR/MPR RI. Kuatnya tuntutan
Mahasiswab pada tanggal 20 Mei 1998 pimpinan DPR berdasarkan hasil kosultasi
memutuskan agara segera menggelar SI MPR jika presiden tidak menggundurkan
diri. Dan pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.15 pagi di Istana Merdeka Jakarta,
Presiden Soeharto menyatakan barhenti, setelah 32 tahun, 7 bulan dan 3 minggu
masa kekuasaannya sebagai presiden RI dan berakhirlah masa Orde Baru dan
lahirlah Orde Reformasi. Namun sangat
disayangkan kemajuan Indonesia hanya semu belaka. Hasil pembangunan telah
mencitakan kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin. Hal ini terjadi
karena adanya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang
berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia. Akibatnya terjadi krisis
multidimensional (berbagai bidang), seperti :
1.Krisis politik, karena terlalu lamanya Presiden Suharto berkuasa ( kurang lebih 32 tahun)
2.Krisis ekonomi, karena terlalu banyak utang Indonesia kepada luar negeri, dan banyak terjadi korupsi.
3.Krisis sosial , pertikaian sosial yang terjadi sepanjang tahun 1996 telah memicu munculnya kerusuhan antar agama dan etnis, misalnya di Situbondo(Jawa Timur), Tasikmalaya(Jawa Barat), Sanggau Ledo (Kalimantan Barat) yang meluas ke Singkawang dan Pontianak.
1.Krisis politik, karena terlalu lamanya Presiden Suharto berkuasa ( kurang lebih 32 tahun)
2.Krisis ekonomi, karena terlalu banyak utang Indonesia kepada luar negeri, dan banyak terjadi korupsi.
3.Krisis sosial , pertikaian sosial yang terjadi sepanjang tahun 1996 telah memicu munculnya kerusuhan antar agama dan etnis, misalnya di Situbondo(Jawa Timur), Tasikmalaya(Jawa Barat), Sanggau Ledo (Kalimantan Barat) yang meluas ke Singkawang dan Pontianak.
PEMERINTAHAN
PADA MASA REFORMASI
A. Pengertian
dan Tujuan Reformasi
Reformasi merupakan suatu
perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diwariskan
oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politi, ekonomi, social dan budaya
yang berbau Orde baru. Atau membangun kembali, menyusun kembali.
Dalam rangka menanggapi tuntutan
reformasi dari masyarakat dan agar dapat mewijudkan tujuan dari reformasi
tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan beberapa kebijakan, antaranya:
1.
kebijakan dalam bidang politik
reformasi dalam bidang politik
berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru dengan tiga
undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang
tersebut.
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
- UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan
DPR/MPR
2.
Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi
Untuk memperbaiki prekonomian yang
terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU
No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
3.
Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers
Kebebasan menyampaikan pendapat
dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari mumculnya
partai-partai politik dari berbagaia golongan dan ideology. Masyarakat dapat
menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan
dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada Pers. Reformasi
dalam Pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha
Penerbitan ( SIUP ).
4. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie
berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden
yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam
pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur .
B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.
Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa mayoritas
rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari
Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh
dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain dengan adanya
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan juga
dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan
yan tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang
mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara
lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun
kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
- Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998 Tentang
Pokok-Pokok Reformasi.
- Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang pencabutan Tap MPR
tentang referendum
- Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
negara yang bebas dari KKN.
- Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa
jabatan presiden dan wakil presiden RI.
- Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV.
B. Sejarah
Perencanaan Pembangunan Indonesia
Setelah terjadi berbagai goncangan
ditanah air dan berbagai tekanan rakyat kepada presiden Soeharto, akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde
Reformasi.
Untuk memperbaiki perekonomian yang
terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat,
serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Selain itu pada masa ini juga
memberi kebebasan dalam menyampaikan pendapat, partisipasi masyarakat
mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik
dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara
terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat,
kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan
cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
Dengan hadirnya reformasi
pembangunan dapat di kontrol langsung oleh rakyat, dan kebijakan pembangunanpun
didasari demokrasi yang bebunyi dari, oleh dan untuk rakyat, sehingga dengan
dasar ini partisipasi rakyat tidak terkekang seperti pada masa orde
baru,kehidupan perekonomian Indonesia dapat didorong oleh siap saja.
Selain pemabangunan nasional pada
masa ini juga ditekankan kepada hak daerah dan masyarakatnya dalam menentukan
daerahnya masing-masing, sehingga pembangunan daerah sangat diutamakan
sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang no 32/2004,Undang-Undang 33/2004,
Undang-Undang 18/2001 Untuk pemerintahan Aceh, Undang-Undang 21/2001 Untuk
Papua. Keempat undang-undang ini mencerminkan keseriusan pusat dalam
melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah dan rakyat di daerah agar daerah
dapat menentukan pembangunan yang sesuai ratyatnya inginkan.
C. Kebijakan
Ekonomi Dalam Pembangunan
Pada masa krisis ekonomi, ditandai
dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi
yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal
ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga
apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan
guna menyesuaikan dengan keadaan.
Pemerintahan presiden BJ.Habibie
yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam
dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan
stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun,
belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari
keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru
harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),
pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs
rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan
kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh
presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati
Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah
pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk
mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
- Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8
milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang
luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
- Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual
perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi
perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi
beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan
berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan
konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak
investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu
jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau
dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu
menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT)
bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk
meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur
massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing
dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006
, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS.
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada
luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi
antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat
dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa
hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat
kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector
riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja
Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu
sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain
pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Pada masa Reformasi ini proses pembangunan
nasional memang sudah demokratis dan sudah memerankan fungsi pemerintah
daerah dalam menjalankan pasipartisi rakyat daerahnya. Dengan peluang otonomi
daerah telah memberikan sumbangsi yang besar terhadap proses percepatan
pembangunan nasional dan juga menjaminnya sistem demokrasi yang merakyat.
D. Sistematika
Pelaksanaan UU 1945
Pada masa orde Reformasi demokrasi
yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada
Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde
Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas
kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu
memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi
telah banya member ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya
termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan
mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat
melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena
dianggap menyimpang dari garis Reformasi.
Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila
Pada Masa Orde Reformasi:
- mengutamakan musyawarah mufakat
- Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara
- Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
- Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
- Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan
hasil musyawarah
- Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang
luhur
- Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral
kepada Than Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
- Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan
pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya
masyarakat
- Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
- Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan
program parpol yang memiliki partai
- Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi
dari pelaksanaan hak asasi manusia
Setelah diadakannya amandemen, UUD
1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap UUD 1945 setelah di amandemen
:
- Pembukaan
- Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal
peraturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
E. Sistem
Pemerintahan pada Masa Orde Reformasi
Sistem pemerintahan masa orde
reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan sebagai berikut:
- Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang
lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik
lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUd 1945 dapat terwujud dengan
dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan
multi partai
- Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan
berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan
MPR No IX / MPR / 1998 yang ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang
KOMISI pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah
politis melaui siding tahunan dengan menuntuk adanya laporan pertanggung
jawaban tugas lembaga negara , UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR
dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya.
- Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling
banyak dua kali masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih
langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai
presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Soesilo
Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara
melainkan lembaga negara yang kedudukannya sama dengan presiden , MA ,
BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD.
Di dalam amandemen UUD 1945 ada
penegasan tentang sisten pemerintahan presidensial tetap dipertahankan dan
bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung.
F. Indonesia pada Masa Pemerintahan Presiden BJ.Habibie
1. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan
jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
2. Mengadakan reformasi dalam bidang politik
Habibie berusaha menciptakan politik
yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil,
membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh
Independen.
3. Kebebasan menyampaikan pendapat.
Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
4. Refomasi dalam bidang hukum
Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
5. Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
6. Mengadakan sidang istimewa
Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
7. Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).
§ Masalah yang ada:
Ditolaknya pertanggung jawaban Presiden Habibie yang
disampaikan pada sidang umum MPR tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa
kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden lagi sangat kecil dan
kemudian dirinya tidak mencalonkan diri pada pemilu yang dilaksanakan
G. Indonesia
pada Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid:
§ Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:
- Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti
menghapus departemen yang dianggapnya tidak efesien (menghilangkan
departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran,
membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
- Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima
Tertinggi dalam militer dengan mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan
keinginan Gus Dur.
§ Masalah yang ada:
·
Gus Dur tidak mampu menjalin
hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
·
Masalah dana non-budgeter Bulog dan
Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota DPR.
·
Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001
yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta pembubaran Golkar. Hal tersebut
tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan partai politik serta masyarakat sehingga
dekrit tersebut malah mempercepat kejatuhannya. Dan sidang istimewa 23 Juli
2001 menuntutnya diturunkan dari jabatan.
H. Indonesia
pada Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri:
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan
ekonomi antara lain:
a)
Meminta penundaan pembayaran utang
sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b)
Kebijakan privatisasi BUMN.
Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan
tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik
dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
c)
Di masa ini juga direalisasikan
berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan
konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak
investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu
jalannya pembangunan nasional.
§ Kebijakan-kebijakan lain pada masa Megawati:
·
Memilih dan Menetapkan
Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
·
Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
·
Menjaga keutuhan NKRI
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
·
Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
·
Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
§ Masalah yang ada:
Tidak ada masalah yang berarti dalam
masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan perebutan pulan
Ligitan dan Sipadan.
I. Indonesia
pada Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:
Pada masa
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kebijakan kontroversial pertama
presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
§ Kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan pada masa SBY:
• Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
• Konversi minyak tanah ke gas.
• Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
• Buy back saham BUMN
• Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
• Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
• Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.
• Pemberian bibit unggul pada petani.
• Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
• Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
• Konversi minyak tanah ke gas.
• Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
• Buy back saham BUMN
• Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
• Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
• Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.
• Pemberian bibit unggul pada petani.
• Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
§ Masalah yang ada:
1. Masalah pembangunan ekonomi yang ala
kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat
perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan
tetap tinggi.
2. Penanganan bencana alam yang datang
bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa
bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian
dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien
adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya
yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan
yang luar biasa.
3. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang
sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan
berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional
dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat
Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan
anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
4. Masalah politik dan keamanan cukup
stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi
catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang
pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah
arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
5. Masalah korupsi. Mulai dari dasar
hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit
pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa
Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi
mulai terasa menghambat pembangunan.
6. Masalah politik luar negeri.
Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus
Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak
melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan
Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan
dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan
Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia
di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif
karena lebih condong ke Amerika Serikat.
7. Pada pertengahan bulan Oktober 2006
, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS.
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada
luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi
antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat
dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari Sejarah panjang mengenai
dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang berhubungan dengan
praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya Maklumat Wakil
Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai
politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer
dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan
sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan
pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan parlemen.
Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan hingar bingar,
terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi
dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun,
demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi
kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal tersebut ditunjukan pada
rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya tersentralisasinya kekuasaan pada
tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari
proses politik.
Namun pada akhirnya masa tersebut
mengalami kehancuran setelah adanya perpecahan antar-elit dan antar-partai
politik di satu sisi dan pada sisi yang lain adalah karena penentangan dari
Soekarno dan Militer terhadap distribusi kekuasaan yang ada, terlebih Bung
Karno sangat tidak menyukai jika dirinya hanya dijadikan Presiden simbolik.
Perpecahan yang terjadi diantara partai politik yang diperparah oleh konflik
tersembunyi antara kekuatan partai dengan Bung Karno dan Militer, serta adanya
ketidakmampuan sistem cabinet dalam merealisasikan program-programnya dan
mengatasi potensi perpecahan regional, telah membuat periode revolusi dan
demokrasi parlementer oleh krisis integrasi dan stabilitas yang parah. Pada
keadaan inilah Bung Karno memanfaatkan situasi dan pihak militer untuk
menggeser tatanan pemerintahan ke arah demokrasi terpimpin pun ada di depan
mata. Dengan adanya Konsepsi Presiden tahun 1957, direalisasikannya
nasionalisasi ekonomi, dan berlakunya UU darurat, maka pintu ke arah Demokrasi
terpimpin pun dapat diwujudkan seperti apa yang telah dia idam-idamkan.
Mengenai demokrasi terpimpin yang sudah di depan mata Bung Karno. Jelas
permasalahan dari demokrasi terpimpin sendiri kita ketahui adalah berubahnya
peta distribusi kekuasaan. Kekuasaan yang semula terbagi dalam sistem
parlementer berubah menjadi kekuasaan yang terpusat (sentralistik) pada tangan
Bung Karno, dan secara signifikan diimbangi oleh peran dan kekuasaan PKI dan
Angkatan Darat. Dan akhirnya menjadi blunder bagi Bung Karno sendiri dengan
adanya peristiwa pemberontakan PKI tanggal 30 september 1965 dalam
kepemerintahannya. Setelah itu terjadi penyerahan kekuasaan dari Orde Lama ke
Orde Baru.
Keruntuhan Orde Lama dan
kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an menandai tumbuhnya harapan akan
perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam kerangka ini, banyak
kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan politik ke arah
demokrasi. Salah satu harapan dominan yang berkembang saat itu adalah
bergesernya power relationship antara negara dan masyarakat. Harapan akan
tumbuhnya demokrasi tersebut adalah harapan yang memiliki dasar argumen empirik
yang memadai diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi terpimpin Bung Karno
yang lahir sebagai produk rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya gerakan
massa yang berasal dari arus keinginan arus bawah, kemudian rekrutmen elit
politik di tingkat nasional yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada saat
pembentukannya memperlihatkan adanya kesejajaran. Dalam artian, mengenai
kebijakan politik yang ada tidak lagi diserahkan pada peran politis dan
ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan dengan dasar empirik
sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde
Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI.
Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam
militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui
ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu
lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang
Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan
ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan
dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR
yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca
reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat
itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.
B.Saran
Birokrasi bagaikan jiwa bagi bangsa
Indonesia, tak akan pernah Indonesia terlepas dari Birokrasi, sejak Orde Lama
hingga sekarang Orde Baru Indonesia telah mengalami manis pahitnya
pemerintahan, Sejak orde lama hingga reformasi,
birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam melanggengkan
kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara
terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial.
Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah.
Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu
bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
Komentar
Posting Komentar